Skip to main content

Koneksi antar materi-kesimpulan dan refleksi modul 1.1

Ditulis oleh Ely CGP 11 kelas 347-A. Saya adalah seorang guru yang selalu ingin belajar. Keputusan saya untuk mengikuti Program Guru Penggerak adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengajar. Saya juga ingin memudahkan langkah saya untuk mengembangkan komunitas guru belajar yang saya ikuti. Setelah satu minggu, banyak hal yang saya pelajari, bahkan lebih dari yang saya harapkan! Saya menemukan kembali bahwa guru bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik, dengan tugas untuk mengembangkan manusia secara utuh, bukan hanya dari sisi akademik. Melalui berbagai materi, kelas diskusi, dan refleksi, saya ingin berbagi pengalaman saya di awal program ini sambil berefleksi. Di awal kegiatan kelas, saya diajak melihat pendidikan dari perspektif seorang murid dan memahami harapan mereka terhadap sekolah melalui kilas balik ketika bersekolah dulu. Saya juga diajak untuk menelusuri bagaimana pendidikan di masa kolonial dan menemukan bahwa banyak aspek pendidikan dari masa itu hingga sekarang belum banyak berubah. Refleksi ini membuat saya sadar bahwa sebagian besar pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru, dan pendidikan berkualitas seringkali hanya bisa dinikmati oleh kelompok tertentu. Banyak murid masih merasa terpenjara di dalam kelas, membenci belajar, padahal pada dasarnya mereka adalah individu yang cinta belajar dengan rasa ingin tahu yang besar.
Kemudian, saya mendalami pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Beliau mengajarkan bahwa tugas seorang guru adalah menuntun seperti pamong, yang membimbing, mendampingi, dan memotivasi murid. Murid bukanlah selembar kertas kosong; mereka memiliki potensi dan bakat yang perlu dikembangkan. Sekolah, seperti kebun, adalah tempat di mana bibit ditanam dan dirawat agar bisa tumbuh sesuai dengan potensinya. Pendidikan seharusnya membuat murid mencintai belajar dan menikmati prosesnya, bukan merasa takut. Pemikiran beliau yang lain adalah tentang sosio kultural dan bagaimana hal itu bisa digunakan untuk pengembangan karakter peserta didik. Pendidikan tidak hanya melulu tentang akademik dan nilai pencapaian akademik, tetapi tujuan utamanya adalah membentuk individu dengan budi pekerti yang baik. Selama ini, budi pekerti diajarkan melalui bimbingan konseling atau nasihat yang terkesan menggurui saat ada kesalahan. Namun, sering kali cara ini kurang efektif karena peserta didik memiliki latar belakang dan pengalaman sosial yang berbeda. Pendidikan budi pekerti ini bisa disematkan dalam pembelajarn di kelas shari hari dengan menggunakan tradisi dan nilai sosio kultural yang ada di daerah mereka dan berkelanjutan. Satu hal yang tidak kalah penting untuk diingat adalah bagaimana setiap jaman memilki karakternya sendiri dan sebagai guru menyesuaikan proses Pendidikan dengan kodrat alam dan kodrat jaman peserta didik sangatlah penting. Mengenali lebih dalam bagaimana kehidupan peserta didik ini di masanya akan mempermudah kita untuk lebih dekat dan menjalani proses Pendidikan lebih mudah dan diterima oleh mereka dan tak lupa tetap menyematkan nilai nilai budaya dan budi perkerti. Saya tersadar bahwa apa yang saya lakukan selama ini di kelas masih belum cukup dan saya masih harus selalu belajar. Selama ini saya sudah melibatkan peserta didik dalam proses belajar. Saya mengawali sebuah topik selalu dari pemahaman mereka dahulu karena saya yakin mereka hadir di kelas tidak sperti cangkir kosong atau kertas kosong tetapi membawa banyak pertanyaan dan rasa ingin tahu yang tinggi dan masing masing peserta didik adalah pribadi yang unik. Saya selama ini juga mencoba merancang kgiatan pmbelajaran di kelas menyesuaikan minat, kebutuhan murid dan tren yang mereka ikuti supaya bisa lebih diterima. Saya belajar bagaimana melibatkan murid, memahami kebutuhan murid dan tetap bisa memberikan arahan yang efektif dalam proses pembelajaran.
Dari hasil belajar dan refleksi saya dalam modul ini, pandangan saya tentang peran saya sebagai guru telah berubah. Saya menyadari bahwa saya harus menjadi pemandu dan panutan bagi murid agar mereka tidak kehilangan jati diri sebagai manusia. Saya ingin menjadi teman yang mendampingi dan mendukung proses belajar mereka agar merasa nyaman. Selain itu, saya berencana untuk lebih banyak memanfaatkan nilai-nilai sosio-kultural dari sekitar sekolah untuk mengajarkan budi pekerti dan sekaligus memperkenalkan budaya mereka sehingga mereka tidak lupa jati diri mereka dan menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman dan nilai nilai tradisi yang tinggi.

Comments

Popular posts from this blog

Menciptakan Perubahan: Catatan Perjalanan di Program Guru Penggerak

Sejak mengikuti Program Guru Penggerak, saya menguatkan paham bahwa mengajar bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga tentang mendidik karakter. Sebuah kutipan yang saya dapat, “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga adalah yang terbaik.” Kutipan ini merangkum esensi pendidikan yang sebenarnya: tidak cukup hanya mengajarkan keterampilan akademis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang mendalam. Dalam perjalanan ini, saya belajar untuk lebih fokus pada pembentukan karakter siswa. Misalnya, ketika mengajar, saya tidak hanya mengejar hasil akademis yang tinggi, tetapi juga mencoba menanamkan nilai tanggung jawab dan kemandirian. Sebagai seorang pendidik, saya merasa bertanggung jawab untuk membantu mereka memahami bahwa kehidupan tidak hanya diukur dari nilai atau prestasi akademis, tetapi juga dari bagaimana mereka berkontribusi pada lingkungan sosial dan komunitasnya. Program Guru Penggerak juga mengajarkan saya untu...

RPP Deep Learning??!!!

"Ini RPPnya kow begini ya, formatnya salah" "RPP merdeka belajar itu seperti apa? tolong dong contohnya." "Teman-teman, yang punya RPP Deep Learning.Tolong share" Percakapan seperti ini sering muncul setiap kali guru berkumpul. Setiap menjelang akreditasi, ribut soal format RPP. Ganti menteri, ribut lagi. Seolah format RPP menjadi hal yang paling penting dalam perencanaan pembelajaran. Padahal, buat saya, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) bukan soal format atau template baku. Saya lebih suka menyebutnya lesson plan, karena esensinya adalah rancangan yang memandu guru dalam memfasilitasi proses belajar murid. Maka, aneh rasanya kalau semua guru harus mengikuti satu format yang seragam. Setiap guru punya gaya, cara, dan konteks yang berbeda. Fokus seharusnya bukan pada tampilannya, tapi isi RPP itu sendiri. Apakah ia benar-benar mencerminkan proses belajar yang bermakna? Keributan tentang format RPP sering ditemui setiap ketemu teman teman guru.Tiap...

Guru, Emosi dan Murid Bermasalah

Guru: "Kamu kemana tadi? kenapa tidak ikut jam pelajaran saya?" Murid: "Saya ikut sosialisasi bu. Saya sudah menuliskan nama di list, dan katanya akan dimintakan ijin?" Guru: "Gak ada namanu di list, kamu bohong ya?" Murid: "Gak bu, saya sudah menuliskan nama saya." Guru: "Sudah , pokoknya kamu salah." Murid: "Maaf bu, kalau saya salah." Guru: "Dah, kamu tidak usah ikut UH dan tidak mendapatkan nilai." Ada yang pernah mengalami hal ini tidak semasa sekolah? Atau, mungkin ada yang pernah melakukan ini sebagai guru? Percakapan diatas diambil dari sebuah pengalaman murid. Ia merasa bingung dan sedih karena dimarahi meskipun sudah melakukan seperti yang diinstruksikan, menulis nama dan minta ijin. Setelah membaca dialog diatas bagaimana perasaan kita. Apakah memang muridnya yang sudah kurang ajar? Atau gurunya kurang sabar dan bisa dibilang normal dia marah seperti itu terhadap murid tersebut? Guru adalah manusia dan seb...