Setiap tahun hal yang paling membuat perasaan campur aduk adalah saat akhir tahun ajaran. Kita melihat hasil pencapaian siswa yang kita ajar. Pencapaian siswa yang bagus dan sesuai dengan harapan membuat kita ikut merasa bangga dan bahagia, karena membuat kita merasa puas akan hasil kerja. Namun, apabila ada siswa yang pecapaiannya tidak sesuai harapan tak sedikit dari kita merasa geram, sedih dan bingung karena merasa sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi hasil yang didapat meleset. Apa yang salah? Siapa yang salah?
Perasaan seperti ini terjadi pada saya setiap saat, bukan hanya saat akhir tahun ajaran. Di awal awal saya mengajar, saya berusaha mencari metode semenarik mungkin dan sekeren mungkin sehingga membuat siswa tertarik dengan pelajaran yang saya ajarkan dengan harapan membuat mereka bisa memahami pelajaran dengan baik. Saya mencari permainan permainan yang menyenangkan. Saya berusaha menciptakan kelas serileks mungkin sehingga siswa lebih merasa tenang, santai dan focus terhadap pelajaran. Tidak sedikit diawal pelajaran, ditengah tengah bahkan juga diakhir saya selingi gurauan atau candasn untuk mengurangi tingkat kestressan siswa. Untuk siswa yang kurang, saya berikan approach atau perhatian lebih. Saya mencoba metode pembelajaran atau tutor sebaya, belajar kelompok ataupun dengan media kreatif, tetap masih ada yang meleset.
Pertanyaan tentang ini terus saja berputar dikepala saya. Seringkali juga saya dan teman teman sejawat, sesama guru, dibuat gemas dan akhirnya mengeluarkan pernyataan, “Anak anak ini susah ya, sudah diajari dengan telaten tetap saja tidak paham. Mereka malas belajar, susah diajari”.
Apa benar ya siswa yang salah? Atau gurunya yang kurang telaten? Setelah sekian tahun belajar untuk menjadi guru yang lebih baik dan mengikuti beberapa pelatihan pendidik, ada satu hal yang menarik. Satu hal itu pula yang menyadarkan saya bahwa apa yang saya praktekkan, yang selama ini saya anggap sudah baik, ternyata belum.
Hal yang menarik itu adalah, ZPD (Zone of Proximal Development). Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Vigotzky, di masa 1896 – 1934, yang menyatakan bahwa ZPD adalah "the distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance, or in collaboration with more capable peers", yang bila diterjemahkan kurang lebih adalah " Zona Perkembangan Proksimal adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditunjukkan oleh kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensial yang ditunjukkan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa , atau dengan kolaborasi teman sebaya (peer) yang lebih mampu. Yang sebernernya membuat saya paham bahwa apa yang sudah saya lakukan tidak salah, tetapi yang perlu saya perhatikan adalah diawal, bahwa sebelum saya bawa siswa saya belajar saya harus tahu pemahaman dan kemampuan awal siswa tersebut dan saya juga perlu memahami bagaimana siswa tersebut belajar karena setiap siswa memiliki pemahaman dan kemampuan awal serta gaya belajar yang berbeda beda. Dari awal inilah penerapan diferensiasi bisa terjadi. Yang akan saya bagi disini adalah pemahaman saya tentang ZPD dan bagaimana saya menerapkannya dalam praktek dikelas.
Awali dengan yang baik
Di Awal tahun ajaran adalah kesempatan terbaik kita untuk mengenal siswa lebih dekat. Disinilah saya menunjukkan ke siswa siswa saya bahwa saya peduli dengan mereka. Saya kenalkan diri saya sebagai pemandu dan partner mereka dalam belajar. Diskusi personal bisa terjadi disini, bahkan saya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Mulai tahun lalu saya juga memasang papan di kelas dimana siswa bisa menulis apa yang mereka inginkan untuk saya bantu dan apa yang mereka inginkan dari teman teman sekelas untuk dibantu selama pembelajaran atau bahkan diluar kelas.
Saya ajak siswa siswa saya melakukan permainan permainan yang membantu saya mengobservasi masing masing siswa dalam hal belajar, seperti gaya belajar, dan juga kemampuan mereka bersosialisasi seperti dalam pembelajaran sebaya dan kerja kelompok.
Dengan begini, saya bisa memahami siswa saya dengan lebih baik, apa yang mereka butuhkan dan harapkan. Saya paham cara mereka belajar, sensorik apa yang lebih berperan seperti apakah mereka auditori, visual atau kinestetik. Saya juga memahami kepribadian dan potensi mereka seperti kemampuan memimpin, bekerja sama, berkomunikasi dan lain lain.
Selain mengenali mereka, masa orientasi juga adalah momen terbaik untuk memperkenalkan diri saya kepada siswa. Saya memperkenalkan kepada mereka bagaimana saya mengajar, apa yang saya rencanakan, apa yang saya targetkan dan harapkan. Siswa juga bisa mengenal pribadi saya lebih dekat dan dalam. Observasi di masa permulaan ini bisa berlangsung selama satu bulan, yang diakhiri dengan mengkomunikasikan hasil observasi saya terhadap siswa selama disekolah selama masa permulaan kepada orang tua. Komunikasi tersebut saya berikan melalui surat dimana didalamnya terdapat hasil observasi dan kesepakatan kelas. Selain observasi dari saya, siswa juga akan membuat observasi tentang kebutuhan mereka dan rencana mereka selama satu tahun kedepan, seperti meningkatkan kemampuan membaca, meningkatkan kepercayaan diri atau meningkatkan kemampuan memimpin. Mereka bisa menuliskan lebih dari satu target mereka.
Dengan dasar informasi ini dan juga pemahaman siswa dan saya sebagai guru mengenai kemampuan dan kebutuhan siswa, di akhir term 1 akan diadakan pertemuan antara siswa, orang tua dan guru dimana akan dibuat kesepakatan tentang apa yang akan dilakukan siswa, apa yang dilakukan orang tua juga apa yang akan dilakukan guru untuk membantu siswa dalam pembelajaran.
Ajak orang tua bekerja sama
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru tetapi banyak pihak yang bisa membantu atau terlibat dalam mewujudkan visi dan misi yang sama. Selain guru, orang tua juga memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan meskipun itu di sekolah bukan dirumah.
Kesalahan yang saya lakukan selama ini adalah tidak mendiskusikan dengan orang tua/ wali murid rencana pembelajaran yang saya buat berdasarkan observasi yang sudah dilakukan. Saya merencanakan secara mandiri tanpa membuka diri untuk saran dan usulan pihak lain terutama orang tua.
Diawali dengan hari orientasi, dimana sebelum itu saya berdiskusi dengan orang tua murid untuk mendukung pembelajaran yang sudah direncanakan. Dalam diskusi tersebut ada beberapa agenda yang saya sampaikan, seperti tema pembelajaran di term ini dan beberapa peraturan sekolah yang sudah ditetapkan sebelumnya seperti absensi sekolah. Saya perkenalkan diri saya ke orang tua siswa dan bagaimana kelas yang saya pandu akan berjalan selama setahun kedepan. Saya perkenalkan tentang pembelajaran yang akan terjadi. Selain perkenalan diri saya pribadi, saya juga ikut memperkenalkan beberapa guru yang membantu saya dalam pelajaran pelajaran khusus seperti seni rupa, pendidikan olahraga, agama dan lain lain, bahkan saya wali kelas dan guru yang menjadi satu tim dalam pengajaran menuliskan CV pendek dan informatif mengenai identitas guru dan harapan masing masing guru.
Dengan memperkenalkan diri, orang tua bisa merasakan kedekatan yang baik antara guru dan orang tua. Hal ini yang membuat para orang tua lebih mudah dan lebih enak untuk diajak kerja sama. Pertemuan diawal ini juga bisa membantu orang tua memahami apa yang akan dialami anak mereka, apa yang akan mereka pelajari, tujuan pembelajaran dan bagaimana cara mereka belajar.
Hari orientasi adalah awal komitmen orang tua terhadap pendidikan anak dan yang saya lakukan tidak berhenti disitu. Setelah masa satu bulan observasi, hasil yang saya dapatkan akan saya sampaikan dalam sebuah surat permulaan, yang sudah saya sebutkan sebelumnya di poin pertama. Komitmen berikutnya ditandai dengan pertemuan antara orang tua, guru dan murid untuk berdiskusi, berefleksi dan membuat rencana selama satu tahun kedepan.
Selama satu tahun komunikasi secara baik dan obeservasi berkelanjutan perlu dilakukan untuk memantau perkembangan. Refleksi berkalas baik dengan murid atau dengan orang tua juga wajib, untuk mendukung usaha murid dalam mencapai target yang usdha dia tentukan.
Keterlibatan murid dalam proses dari awal dan akhir juga keterlibatan orang tua adalah kunci untuk berhasilnya pendidikan.
Comments
Post a Comment