"Cita-citamu apa?" Pertanyaan yang sering diajukan saat kita dulu kecil, bahkan hingga sekarang itu masih ditanyakan. Masih ada di ingatan, banyak yang menjawab "jadi dokter bu", "jadi insinyur", "jadi bos", "jadi tentara'. Ada juga yang bilang menjadi guru, karena dalam pikiran anak anak merupakan profesi yang mulia.
Waktu melaju dan banyak kebijakan yang diambil silih berganti untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Kesejahteraan yang dinilai merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi masalah kesejahteraan ini terus berlanjut hingga sekarang. Banyak cerita tentang seorang guru honorer yang dibayar jauh dari kata layak dan bahkan diberikan secara rapel. Sekarang bahkan berbalik ada yang memandang profesi guru sebagai profesi yang enak, kerja ada liburnya, gaji utuh bahkan ada tunjangan. Selain kesejahteraan ada masalah cara mendidik yang dinilai tidak manusiawi. Dari sisi generasi senior dan guru bukan guru yang terlalu keras, tetapi murid sekarang yang terlalu manja dan mereka tidak tahu tata krama. Begitu banyak permasalahan dunia pendidikan yang ada di negara Indonesia tercinta. Semua permasalahan ini banyak memicu perdebatan.
Harus diakui masih banyak permasalahan pendidikan di Indonesia yang belum tampak pembenahan yang cukup signifikan. Sekarang ada harapan baru terhadap menteri pendidikan yang diharapkan mampu mengatasi masalah pendidikan tetapi perubahan tidak bergantung hanya pada satu orang. Perubahan perlu kolaborasi banyak pihak dan memerlukan kesadaran dan kemauan bergerak bahkan dari hal yang paling dasar yaitu dari diri sendiri.
Guru sebagai pucuk dari pelaksanaan proses belajar mengajar harus selalu berefleksi terhadap proses yang dilalui. Guru harus mau untuk merdeka sebelum berceramah tentang merdeka. Tidak boleh ada lagi menyalahkan satu pihak murid, orang tua atau guru saja. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Yuk, mulai berefleksi dan berusaha mewujudkan pendidikan yang lebih baik bersama. Saling melibatkan dan saling kolaborasi.
Comments
Post a Comment