Skip to main content

Paham MERDEKA BELAJAR?

Mendapatkan tugas untuk mengikuti diklat MENYONGSONG KURIKULUM MERDEKA WUJUDKAN MERDEKA BELAJAR, dengan narasumber seorang doktor dengan gelar berjajar tiga. Perasaan malas tapi wajib mengikuti diklat. Langkah maju mundur, berangkat atau tidak ... tapi tetap berangkat karena ini tugas dari sekolah . Dari aspek ini saja saya tidak memenuhi aspek Merdeka Belajar, yaitu kurangnya motivasi 😁. Motivasi adalah salah satu bagian penting dari merdeka belajar seperti yang disampaikan di artikel sebelumnya tetang Merdeka Belajar disampaikan bahwa ada 3 aspek penting dalam menumbuhkan merdeka belajar: motivasi, mandiri dan refleksi. Saya sudah merasa gagal di syarat pertama.

Tiba ditempat saya langsung menuju ruangan tempat acara diklat berlangsung, bersama 2 rekan pengajar dari sekolah. Saya dan rekan memilih duduk di barisan kursi belakang (lumayan bersyukur dapat spot paling belakang 😅) Acara dibuka oleh kepala sekolah tempat diklat berlangsung dan staff dari dinas. Lalu mereka memperkenalkan nara sumber.

Sesi narasumber memaparkan materipun tiba. Narasumber memulai dengan sebuah survey tentang faktor apa yang diperlukan untuk menumbuhkan merdeka belajar dan saya sepakat dengan apa yang disampaikan bahwa salah satu hal yang utama adalah komitmen. Dalam diklat tersebut juga dijelaskan hal hal terkait Capaian Pembelajaran, Alur Pembelajaran dan Modul Ajar dan bagaimana penerapan kurikulum merdeka diterapkan baik secara bertahap.

Hal yang menjadi perhatian saya dalam diklat tersebut adalah bagaimana saya merasa kurang merdeka dalam belajar di sesi tersebut. Semua sangat teacher oriented, semua informasi dan materi disampaikan satu alur dari pembicara dan diskusi pun menurut saya lebih satu arah, kurang berpihak pada peserta. Kegiatan belajar pun kurang melibatkan peserta disini saya ibaratkan seperti murid di kelas. Peserta tidak diajak melalui alur belajar dari apa yang sudah dipahami, apa yang menjadi ketertaikan atau keresahan ida dan bagaimana menemukan solusi atas keresahan tersebut. Banyak miskonsepsi yang saya temukan tentang bagaimana belajar tanpa batas diterapkan, yang saya lihat dari contoh yang saya berikan. Ada contoh berupa belajar tanpa batas adalah dengan mengajak murid belajar di luar kelas tetapi dengan kegiatan yang sama hanya berpindah tempat saja. Satu contoh lagi yaitu belajar yang merdeka adalah belajar yang kreatif yaitu dengan membuat yel yel setiap hari yang menurut asumsi narasumber adalah salah satu contoh kegiatan kreatif yang menunjukkan merdeka belajar.

Yang menjadi point dalam tulisan saya ini adalah bagaimana jiwa merdeka belajar dan semangat merdeka belajar ini belum terlihat dari kalangan pemimpin di dunia pendidikan. Esensi dari merdeka belajar yang merupakan semangat dan motivasi mandiri untuk belajar seharusnya dipahami terlebih dahulu sebelum menyampaikan ini ke penerus pelaksananya agar tujuan utama bisa tercapai bukan hanya menjadi jargon dan kahirnya opini yang muncul di masyarakat adalah kurikulum merdeka belajar hanyalah kurikulum lama yang berganti nama. MERDEKA tetapi TIDAK MERDEKA!



Comments

Popular posts from this blog

RPP Deep Learning??!!!

"Ini RPPnya kow begini ya, formatnya salah" "RPP merdeka belajar itu seperti apa? tolong dong contohnya." "Teman-teman, yang punya RPP Deep Learning.Tolong share" Percakapan seperti ini sering muncul setiap kali guru berkumpul. Setiap menjelang akreditasi, ribut soal format RPP. Ganti menteri, ribut lagi. Seolah format RPP menjadi hal yang paling penting dalam perencanaan pembelajaran. Padahal, buat saya, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) bukan soal format atau template baku. Saya lebih suka menyebutnya lesson plan, karena esensinya adalah rancangan yang memandu guru dalam memfasilitasi proses belajar murid. Maka, aneh rasanya kalau semua guru harus mengikuti satu format yang seragam. Setiap guru punya gaya, cara, dan konteks yang berbeda. Fokus seharusnya bukan pada tampilannya, tapi isi RPP itu sendiri. Apakah ia benar-benar mencerminkan proses belajar yang bermakna? Keributan tentang format RPP sering ditemui setiap ketemu teman teman guru.Tiap...

Guru, Emosi dan Murid Bermasalah

Guru: "Kamu kemana tadi? kenapa tidak ikut jam pelajaran saya?" Murid: "Saya ikut sosialisasi bu. Saya sudah menuliskan nama di list, dan katanya akan dimintakan ijin?" Guru: "Gak ada namanu di list, kamu bohong ya?" Murid: "Gak bu, saya sudah menuliskan nama saya." Guru: "Sudah , pokoknya kamu salah." Murid: "Maaf bu, kalau saya salah." Guru: "Dah, kamu tidak usah ikut UH dan tidak mendapatkan nilai." Ada yang pernah mengalami hal ini tidak semasa sekolah? Atau, mungkin ada yang pernah melakukan ini sebagai guru? Percakapan diatas diambil dari sebuah pengalaman murid. Ia merasa bingung dan sedih karena dimarahi meskipun sudah melakukan seperti yang diinstruksikan, menulis nama dan minta ijin. Setelah membaca dialog diatas bagaimana perasaan kita. Apakah memang muridnya yang sudah kurang ajar? Atau gurunya kurang sabar dan bisa dibilang normal dia marah seperti itu terhadap murid tersebut? Guru adalah manusia dan seb...

Pendidikan seks di kelas 5 SD

"What is wet dream?" "Does menstruation hurt?" "Why there has to be hair growing in my private parts?" Ini adalah sebagian dari pertanyaan pertanyaan yang diajukan murid murid di kelas terkait pubertas. Jadi di kelas 5, awal tahun ajaran ini kita mulai dengan pembelajaran tentang pubertas. Loh, koq? Gak bahaya ta? 😱  Seks dan sekitarnya adalah hal yang anehnya masih tabu untuk dibicarakan terutama di sekolah sekolah di Indonesia. Padahal permasalahan permasalahn remaja terkait ini banyak sekali terjadi dan sekarang ada pada level mengkhawatirkan. Pertimbangan kami adalah akses informasi yang mudah untuk anak anak dengan konten konten yang memgkhawatirkan terkait seks dan sekitarnya, pengatuh pergaulan dan media informasi serta media sosial yang sulit untuk dibendung, serta sebagian besar murid yang ternyata sudah masuk pada masa puber dan memiliki keingintahuan tinggi tentang pubertas. Hal inilah yang membuat kami memutuskan untuk memberikan pemahaman ten...